THE CHOSEN LEADER (CERPEN)

Cahaya mentari pagi memancar lembut ke arah padang rumput hijau. Terlihat pohon-pohon rimbun mengitari di sekelilingnya. Edy Setiawan sedang asyik bermain golf bersama rekan-rekannya. Dia didampingi beberapa gadis cantik di sampingnya. Sesekali pukulan stiknya tepat sasaran, tapi sering kali pula gagal.  Pak Edy bukan orang sembarangan, dia adalah seorang menteri yang dipercaya Presiden untuk memimpin satu kementrian yang cukup strategis di negeri ini. Masa jabatannya sudah memasuki usia 2 tahun.

Selama menjadi menteri, sudah sangat banyak yang dia dapatkan. Pundi-pundi rupiah berdatangan dengan sendirinya. Hartanya pun semakin melimpah ruah. Dari mulai memiliki sejumlah rumah dan villa mewah di berbagai tempat, mobil-mobil lux seharga miliaran rupiah, dan tabungannya pun semakin mengendut di beberapa Bank. Dia juga sangat hobi bergaul dengan gadis-gadis muda hanya sekedar untuk bersenang-senang. Dengan uang yang melimpah itu, dia bisa memiliki apa saja yang dia inginkan.

Saat sedang asyik bermain golf, tiba-tiba ponsel Pak Edy bergetar tanda ada panggilan masuk. Dia mendapat panggilan telepon dari seorang Juru Bicara Presiden.

“Ya, Hallo.”
“Hallo. Selamat pagi. Mohon maaf, ada satu kabar buat Bapak.”
“Kabar apa?” Tanya Pak Edy penasaran.
“Mulai hari ini, Bapak tidak lagi tergabung dalam Kabinet.”
“Maksudnya?”
“Ya, Bapak Presiden telah memutuskan bahwa Bapak telah di-reshufle dari kabinet.”
“What? ” Pak Edy berteriak kaget.
“Pak Edy harap mengikhlaskan jabatan itu diisi oleh orang lain. Untuk lebih jelasnya, siang ini juga Bapak bisa bertemu dengan Presiden. Sekian, terima kasih.” Sang Jubir mengakhiri panggilannya.

Seketika itu, Pak Edy merasakan jantungnya berdegup sangat hebat. Dia lalu merasakan sakit dan sesak luar biasa di bagian dadanya. Tubuhnya terasa kaku dan tegang. Dia pun tak sanggup lagi berdiri lalu terjatuh ke tanah. Orang-orang di sekelilingnya pun langsung berkerumun untuk menyelamatkan sang mantan menteri itu. Kemudian Pak Edy segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.

***

Abdul Azis baru saja selesai mengajar di sebuah kampus ternama di Indonesia. Dia duduk santai sambil mengetik di atas keyboard komputer. Ada beberapa mahasiswa yang mendatangi dirinya untuk berkonsultasi masalah perkuliahan atau pun tesis mereka. Ada pula yang hanya sekedar berbincang-bincang ringan. Pembawaannya yang santun dan bijaksana membuatnya disukai oleh semua orang.

Seketika itu, dia juga mendapat panggilan telepon dari seorang Juru bicara Presiden.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
“Dengan Pak Azis?” Tanya sang jubir.
“Iya, saya sendiri.”
“Bapak sore ini dipanggil Bapak Presiden ke Istana Negara.”
“Oh, ada apa ya? Insya Allah saya siap membantu apapun untuk negeri ini.”
“Untuk lebih jelasnya, nanti disampaikan langsung oleh Bapak Presiden. Ditunggu kehadirannya sore ini. Sekian, terima kasih.” Ucap sang Jubir menutup pembicaraan.
“Ok, baiklah.”

***

Sore itu, Abdul Azis bersiap-siap untuk berangkat ke istana Negara. Seperti biasa, dia pergi dengan menggunakan motor andalannya. Sebenarnya dia punya mobil, namun agar terbebas dari macet dia pun memilih untuk mengendarai motor. Dia terlihat meliuk-liuk di antara kemacetan jalanan kota. Tak lama kemudian, Pak Azis mulai memasuki halaman istana. Namun dia dihentikan oleh petugas keamanan istana Negara karena penampilannya yang biasa-biasa saja. Dia ditanya berbagai pertanyaan yang intinya melarang dirinya masuk istana. Padahal Pak Azis sudah menegaskan bahwa dirinya dipanggil oleh Presiden.

Sampai akhirnya, Juru bicara presiden menelpon kembali dirinya. Pak Azis mengatakan bahwa dirinya sudah sampai istana tapi dihalang-halangi oleh petugas keamanan istana. Beberapa saat kemudian, sang Jubir keluar lalu mempersilakan Pak Azis masuk sambil memarahi si petugas kemanan itu.

Pak Azis duduk tenang di ruang tamu Istana Negara. Dalam hatinya dia masih bertanya-tanya ada apa Presiden memanggilnya ke sini. Tak lama kemudian, Sang Presiden muncul menemui Pak Azis. Keduanya bersalaman penuh akrab.
“Pak Azis, saudara sengaja saya panggil ke sini. Apakah saudara siap untuk bergabung bersama kabinet kami?” Kata Presiden penuh wibawa.

Pak Azis tak menduga jika dia dipanggil ke istana untuk ditawari menjadi seorang menteri. Jika tahu sebelumnya, mungkin dia tidak akan datang ke sini. Karena menjadi seorang menteri adalah amanat yang sangat berat bagi dirinya karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Hmm, jabatan ini sangat berat. Saya khawatir tak sanggup menjalankan amanah tersebut. Saya hanya orang biasa, masih banyak orang-orang yang lebih hebat dan lebih pintar dari saya.” Ucap Pak Azis.

“Kami tidak sekedar mencari orang pintar, Pak Azis. Yang lebih kami cari adalah orang-orang yang amanah. Saya lihat jejak karir Pak Azis sangat baik.”

“Mohon maaf, Saya tetap tidak bersedia menerima tawaran itu. Saya sangat khawatir jabatan itu nanti saya selewengkan, lalu malah menyengsarakan orang banyak.” Jelas Pak Azis dengan santun.

“Kalau jabatan ini tidak diambil oleh orang baik seperti saudara, maka besar kemungkinan jabatan ini akan direbut oleh orang-orang yang tidak baik. Nah jika demikian, saudara ikut menanggung dosa jika suatu saat nanti negeri ini makin hancur.”

Pak Azis dilanda dilemma. Sebenarnya, dia sangat ingin menolak jabatan itu. Dia bukan tipikal orang yang mengejar-ngejar amanah. Dia sangat takut jika dirinya mengkhianati amanah itu. Karena pertanggung-jawabannya sangat besar, tidak hanya di dunia, tapi juga dihadapan Allah kelak. Namun dia juga menyadari nasehat dari Presiden. Jika jabatan itu tidak diemban orang baik, maka dia akan jatuh di tangan orang jahat. Ini juga mudharatnya sangat besar.

Setalah berpikir panjang. Pak Azis akhirnya membuat sebuah keputusan besar.

“Baiklah, saya terima amanah itu. Tapi jika sewaktu-waktu saya mengkhianati amanah itu. Bapak jangan sungkan-sungkan untuk memecat saya.” Kata Pak Azis penuh meyakinkan.
“Hmm.” Presiden hanya mengangguk.
“Selama jadi menteri, bolehkah saya tidak menerima beberapa fasilitas dari Negara? Seperti rumah dinas dan mobil dinas. Karena saya masih memiliki keduanya.”
“Baiklah. Saya terima permintaan saudara. Orang-orang seperti andalah yang kami cari selama ini.” Ucap sang Presiden penuh haru. (By Epul)

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara dari Nusa Laut (Jejak Juang Martha Christina Tiahahu)

FENG SHUI; ANTARA ILMIAH DAN MITOS

Apakah Yesus Anak Allah ?