PEMBUATAN KARIKATUR NABI; KEBEBASAN PERS ATAU KEBEBASAN MENGHINA?


Pagi itu, 30 September 2005, surat kabar terbesar di Denmark, Jyllands-Posten, memuat sebuah karikatur yang menggemparkan dunia. Pasalnya, yang ditampilkan bukan karikatur biasa. Karikatur goresan Kurt Westergaard itu membuat sketsa gambar yang direpresentasikan sebagai sosok Nabi Muhammad Saw. Mereka menampilkan 12 gambar kartun, salah satunya digambarkan sosok bersorban dengan memanggul bom di kepalanya. Mereka bermaksud mengilustrasikan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah seorang teroris. Pada kartun lain, Nabi digambarkan sedang berteriak kepada sejumlah orang, “Berhenti, kita sudah kehabisan perawan!” 

Sungguh keterlaluan, marah, emosi, itulah respon yang diekspresikan kaum Muslim di seluruh dunia. Betapa tidak, Nabi Muhammad Saw. adalah rasul Allah, kekasih Allah, dan panutan bagi umat Islam dihinakan semacam itu. Kecintaan orang Islam kepada sang rasul terakhir itu melebihi kecintaan kepada diri sendiri. Wajar saja jika hal tersebut menyulut kemarahan kaum Muslim seantero dunia. Kemarahan yang diluapkan menandakan rasa cintanya itu begitu besar kepada Nabi Muhammad Saw. Layaknya seorang anak akan marah jika ibu kandungnya dihina.

Akibat pemuatan karikatur tersebut, pemerintah Denmark segera mengalami krisis diplomatik dengan sejumlah negara yang mayoritas penduduknya muslim. Produk-produk Denmark pun diboikot. Di Indonesia sendiri, Kedutaan Besar Denmark di Jakarta tutup selama tiga pekan untuk menghindari gangguan keamanan akibat aksi protes warga Muslim atas penerbitan karikatur yang bermaksud menghina Nabi Muhammad Saw. itu. Baik Wetergaard dan korannya juga diancam, Westergaard diserang di rumahnya oleh pria asal Somalia. Sejak itu ia dikawal ketat. Gedung koran tersebut juga dijaga dengan ketat. 

Di hari kemudian, harian Jyllands-Posten meminta maaf jika dianggap telah menghina umat Islam, namun tetap memiliki hak mencetak karikatur (dan apapun sejenisnya). Mereka menyatakan bahwa kelompok muslim fundamentalis Islam tak dapat mendikte mengenai apa yang hendak dicetak oleh mereka. Demikian pula Kurt Westergaard mengatakan kepada majalah Berita Austria, sebagaimana dilansir Reuters, bahwa ia tidak menyesal dengan pekerjaannya dan menurutnya kebebasan berbicara itu terlalu berharga untuk melepaskan. Ia juga berkata,

"Should we in future let ourselves be censored by Islamic authorities in deeply undemocratic countries? Should they be allowed to tell the German chancellor in future whom she should honour and whom not? Are we really this far along?" he asked, referring to Angela Merkel's citation of his work. 

Dalih mereka biasanya tidak jauh dari kebebasan berekspresi atau kebebasan pers. Jika seluruh umat manusia memandang kebebasan seperti yang dipikirkan Kurt Westergaard, maka hancurlah tatanan dunia ini. Mengapa, karena setiap orang akan bebas menghina dan menista orang lain. Tidak ada respect satu sama lain. Secara alamiah, seorang yang dihina tentu akan melawan, ia tidak akan rela harga dirinya diinjak-injak. Imbasnya akan terjadi perselisihan, pertikaian, kekerasan bahkan pertumpahan darah di mana-mana.

Tujuh tahun berlalu, selanjutnya giliran majalah mingguan Prancis, Chalie Hebdo, memuat karikatur vulgar Nabi Muhammad, Rabu, 19 September 2012. Pemuatan kartun ini terjadi hampir bersamaan dengan pemutaran film The Innocence of Muslims di Amerika Serikat yang juga menghina sang Nabi. Majalah Charlie Hebdo menerbitkan empat karikatur Nabi Muhammad, dan dua di antaranya menunjukkan nabi dalam keadaan telanjang. Di sampul depan penerbitan hari Rabu, sebuah majalah satiris Prancis menunjukkan karikatur seorang pemeluk agama Yahudi ortodoks mendorong Nabi Muhammad yang duduk di kursi roda.  

Tentu penghinaan ini semakin menyulut bara umat Islam di penjuru dunia.  Protes bergejolak di berbagai negara muslim. Di Pakistan dan sejumlah negara Arab sudah muncul protes dengan sasaran Prancis. Pemerintah Prancis kelabakan. Mereka mengumumkan kedutaan di 20 negara tutup pada hari Jumat, 21 September 2012. 

Kementerian Luar Negeri Prancis mengumumkan travel warning bagi warganya yang ingin berkunjung ke negara muslim. "Ekstra waspada. Hindari berkumpul di tempat umum dan tempat yang merepresentasikan Barat." Menteri Luar Negeri Laurent Fabius mengatakan, Charlie Hebdo telah melemparkan "minyak ke api". Namun, kata dia, nasib majalah ini bergantung pada hasil pengadilan. Majalah ini beberapa kali dituntut ke pengadilan, tapi akhirnya bebas.

Prancis merupakan negara dengan komunitas muslim terbesar di Eropa. Sejumlah pemimpin muslim mengutuk pemuatan kartun tersebut. "Sangat memalukan dan menebar kebencian," kata imam Masjid Besar Paris, Dalil Boubakeur. Abdallah Zekri, Presiden Anti-Islamophobia Observatory, mengatakan, akan menuntut majalah Charlie Hebdo. "Charlie Hebdo ingin mencari uang dengan melecehkan muslim."

Kebebasan berpendapat lagi-lagi menjadi senjata andalan bagi dunia Barat. Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault mengimbau agar tetap tenang, ia mengatakan kebebasan berpendapat di Prancis dijamin. Sungguh pernyataan yang sangat naïf. Bagaimana respon sang Perdana Menteri jika simbol-simbol negaranya dilecehkan. Misalnya bendera Negara Perancis diinjak-injak lalu dibakar oleh kaum Muslim. Kemudian tidak hanya itu, foto presiden Perancis turut serta dihinakan. Apa yang akan mereka lakukan. Jangan-jangan mereka tidak hanya protes, namun bisa jadi mengirimkan pasukan untuk memerangi kaum Muslim.

Adakah Kebebasan Menghina
Apa yang terjadi di Denmark bukan semata-mata tentang kebebasan. Hal itu sudah memasuki koridor delik penghinaan kepada sosok Nabi Muhammad Saw. Umat Islam jelas terluka, karena sebelumnya penghinaan kepada sang nabi tidak pernah seekstrim itu. Pihak Jyllands-Posten menyatakan, pemuatan kartun-kartun  itu bagian dari kebebasan berpendapat. Mengenai larangan dalam Islam untuk memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad SAW, mereka menilai, tidak pada tempatnya jika orang non-Muslim harus mengikuti aturan Islam tersebut. Demikian yang diungkapkan mereka. Kebebasan versi Barat memang bermasalah. Mereka menginginkan konsep kebebasan yang sebebas-bebasnya. Bahkan kebebasan saling menghina sekalipun dianggap lumrah. Benarkah demikian.

Dalam kasus karikatur Nabi itu, jelas kebebasan semacam itu tidak dapat dibenarkan. Kita hidup di dunia ini tidak sendirian. Umat manusia adalah makhluk sosial yang hidup saling berdampingan. Kebebasan itu dibolehkan sejauh tidak mengganggu kebebasan orang lain. Misalnya seorang pengendara bebas untuk mengemudikan kendaraannya di jalan. Namun demikian, bisakah dia mengemudikan kendaraannya itu semaunya sehingga dapat membahayakan pengendara lainnya. Dengan pemikiran sederhana saja jelas hal itu salah. Maka kebebasan yang mengganggu atau kebebasan menghina jelas merusak keharmonisan hidup umat manusia.

Kebebasan menghina juga menunjukkan rendahnya tingkat toleransi masyarakat Barat. Mereka yang kerap mengdengung-dengungkan adigum pluralitas ternyata tidak sanggup untuk membuktikannya. Mereka bertindak arogan dengan cara melakukan penghinaan terhadap nabi umat Islam melalui karikatur. Mereka bersifat asosial dengan tidak menghormati perbedaan pemeluk agama lain. Mereka bisa menghormati kaum gay dan lesbian, namun di sisi lain anehnya mereka tidak bisa menghormati umat Islam, bahkan kerap sekali cenderung melakukan intoleransi dengan rasa kebencian dan penghinaan.

Kendati dilanda provokasi dan penghinaan tiada terperi, namun rupanya umat Islam Perancis tetap tenang dan tidak membalas dengan tindakan intoleransi. Para pemimpin Muslim Perancis yang tergabung dalam French Council of the Muslim Faith (CFCM) menyeru umat Islam Perancis agar tidak terprovokasi. Mereka dianjurkan untuk mengekspresikan protes dengan tetap tenang dan dengan cara-cara yang sah. 

CFCM menuduh majalah Perancis memicu sentiment anti Muslim pada saat yang sensitif. CFCM juga sangat khawatir dengan tindakan tidak bertanggung jawab itu akan memancing ketegangan dan memicu reaksi yang merusak. "The CFCM is deeply attached to freedom of speech but considers that nothing can justify insult and inciting hatred.” Demikian yang diungkapkan CFCM sebagaimana dikutip Reuters. 

Ada baiknya kita memahami kebebasan versi Islam. Kebebasan dalam Islam berarti ‘memilih yang baik’ (ikhtiyar), sebagaimana dijelaskan oleh Profesor Naquib al-Attas, sesuai dengan akar katanya, ikhtiar menghendaki pilihan yang tepat dan baik akibatnya (Lihat: Prolegomena to the Metaphysics of Islam, hlm. 33-4). Oleh karena itu, orang yang memilih keburukan, kejahatan, dan kekafiran itu sesungguhnya telah menyalahgunakan kebebasannya. Sebab, pilihannya bukan sesuatu yang baik (khayr). Di sini kita dapat mengerti mengapa dalam dunia beradab manusia tidak dibiarkan bebas untuk membunuh manusia lain. 
Jadi, dalam tataran praktis, kebebasan sejati memantulkan ilmu dan adab, manakala kebebasan palsu mencerminkan kebodohan dan kebiadaban. Kebebasan seyogianya dipandu ilmu dan adab supaya tidak merusak tatanan kehidupan. Supaya membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dalam kerangka inilah seorang Muslim memahami firman Allah: ”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya” (QS. Fushshilat:46).

Ahmad Syarwat, seorang pakar syariah Indonesia, mengatakan di dalam syariah Islam, jangankan membuat gambar yang bersifat menghina, sekedar melukis sosok Rasulullah SAW sendiri pun sudah haram hukumnya. Bahkan meski pelukisnya melukis dengan niat baik dan lukisan yang indah. Namun umat Islam sejak awal telah diajari untuk menghormati nabi mereka bukan dengan membuat lukisan atau gambar, apalagi patung. Islam datang justru menghancurkan gambar-gambar para nabi serta patung-patung mereka yang terlanjur disembah.

Sebuah bentuk kejahilan yang diperangi agama Islam adalah melukis, menggambar dan mematungkan para nabi dan orang shalih di masa lalu. Dan kelakuan umat terdahulu memang selalu demikian. Para nabi yang telah wafat itu mereka buatkan lukisannya, meski dengan niat untuk mengagungkannya, mensucikannya atau menghormatinya. Namun di balik niat lugu itu, syetan telah selalu berhasil menyelewengkan dan memasukkan bisikan jahatnya. Sehingga pada akhirnya gambar dan patung para nabi menjadi sesembahan selain Allah.

Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr. {QS. Nuh: 23}

Para ahli tafsir menyebutkan, kata Ahmad Syarwat, bahwa nama berhala itu yaitu Wadd, Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nashr sebenarnya nama orang shalih dan mereka bukan tuhan. Namun sepeninggal mereka, orang-orang ingin mengenang jasa dan keagungannya, sehingga kemudian dilukislah wajar mereka, sehingga akhirnya dibuatkan patung. Dari generasi ke generasi akhirnya patung mereka sudah menjadi tuhan sesembahan selain Allah.

Di dalam syariah Islam, melukis nabi dan para shahabat telah diharamkan secara total. Meski pun niatnya baik dan lukisannya indah. Tetapi hukumnya tetap haram. Sedangkan yang dilakukan sekarang ini memang melebihi batas kewajaran. Sebab melukis nabi Muhammad SAW saja sudah haram, apalagi sambil membuatnya menjadi karikatur yang menghina dan merendahkan. Gambar itu sendiri dimuat di media massa secara terbuka, bahkan di-copy oleh media lain untuk diterbitkan lagi.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara dari Nusa Laut (Jejak Juang Martha Christina Tiahahu)

Apakah Yesus Anak Allah ?

FENG SHUI; ANTARA ILMIAH DAN MITOS