FENOMENA NATAL BERSAMA


Ketika Natal datang, ada fenomena unik di negeri ini. Lazimnya hari raya Natal hanya diperingati oleh kaum kristiani, sebagaimana hari raya Idul Fitri yang hanya dirayakan oleh umat Islam. Namun di Indonesia ada ritual aneh, yakni tradisi Natal bersama yang dihadiri oleh berbagai pemeluk agama. Bahkan sepertinya dari kalangan umat Islam yang paling sering mengikuti ritual memperingati hari lahirnya Yesus ini. Mereka biasanya adalah para pejabat tinggi Negara dan tokoh-tokoh agama tertentu.


Padahal jika seorang Muslim mengikuti perayaan Natal bersama menanggung konsekuensi besar. Karena ritual ini adalah termasuk kegiatan ibadah yang dilakukan umat Kristiani untuk merayakan kelahiran Tuhan mereka. Kaum Muslim yang memiliki keyakinan berbeda tentu sangat aneh jika ikut perayaan ini. Jika dibalik, apakah umat Kristiani bersedia jika shalat bersama orang-orang Islam di masjid. Mereka rukuk, sujud sebagaimana yang dilakukan umat Islam. Tentu saja tidak. Berikut ini contoh kasus perayaan natal bersama yang kerap kali terjadi di Indonesia.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri Peringatan Natal Bersama Tingkat Nasional Tahun 2009 di Jakarta Convention Center, Minggu malam. Peringatan Natal Bersama yang akan dimulai pada pukul 19.30 WIB itu juga dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono. Kepedulian terhadap lingkungan hidup menjadi tema peringatan Natal Bersama Tingkat Nasional Tahun 2009. Sedangkan tema besar yang disepakati oleh Konferensi Wali Gereja, Persatuan Gereja Indonesia, dan lembaga lain adalah "Tuhan itu Baik Kepada Semua Orang." Menurut Ketua Panitia Natal Bersama, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara E.E Mangindaan, pada acara peringatan tersebut akan diangkat pesan cinta kepada lingkungan hidup sebagai salah satu bukti nyata dari kebaikan Tuhan kepada umat manusia."[1]

Ritual Natal bersama seperti di atas tidak hanya sekali dua kali terjadi, namun sudah menjadi tren tahunan. Bahkan acara ini ditayangkan secara live di beberapa stasiun televisi. Jika sudah begini, Indonesia sebagai negeri mayoritas Muslim ini seolah-olah menjadi negeri umat Kristiani. Kita juga bisa menyaksikan hiasan Natal ada di mana-mana. Parahnya lagi, ada sebagian umat Islam yang ikut larut di dalamnya dengan mengikuti perayaan Natal bersama.

Apa Esensi Upacara Natal? Upacara Natal bertujuan untuk memperingati hari lahir Yesus Kristus. Konon katanya manusia yang dianggap Tuhan itu lahir pada tanggal 25 Desember. Maka, hari itu adalah hari lahirnya seorang ‘anak Tuhan’ di dunia. Padahal perintah perayaan Natal tidak ada dalam Bible dan Yesus pun tidak pernah menganjurkan untuk diselenggarakan. Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen pada abad ke-4 masehi, berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala.

Pada masa abad ke-1 sampai abad ke-4 masehi itu, dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis dan polytheis. Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (Sun=matahari; day=hari) yaitu kelahiran Dewa matahari pada tanggal 25 Desember. Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (anak Tuhan/Yesus). Maka pada Konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus.

Bagaimana Kaum Muslim Menyikapinya?
Ritual Natal sejatinya adalah perayaan polytheisme untuk menyembah Dewa matahari yang dikolaborasikan dengan doktrin Katholik sebagaimana dijelaskan di atas. Dia bukan produk asli ajaran Injil yang diturunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada Nabi Isa AS. Oleh karena itu, apa yang dirayakan oleh kaum Kristiani selama ini tidak lebih hanya sekedar bentuk pengagungan kepada tradisi paganisme. Meskipun mereka bersikeras mengelak bahwa tanggal itu adalah momen lahirnya sang anak Tuhan, yakni Yesus Kristus. Ya itu sah-sah saja, karena kita diajarkan untuk saling menghormati keyakinan masing-masing.

Yang menjadi masalah adalah jika umat Islam sebagai pewaris ajaran Tauhid mengikuti tradisi semacam ini. Ini jelas penyimpangan sekaligus penodaan terhadap kesucian tauhid sebagai sendi ajaran Islam. Betapa tidak, perayaan Natal adalah bentuk perayaan terhadap lahirnya Son of God dengan keyakinan trinitasnya yang sangat bertentangan dengan Islam. Allah SWT sudah menegaskan dalam firmanNya bahwa Nabi Isa AS bukan Tuhan.

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72)

Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (74). Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ?. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.Al-Maidah:73-74)

Ayat di atas menolak konsep ketuhanan ala trinitas yang diajarkan dalam ajaran Kristen. Bahkan mereka mendapat ancaman keras dengan diharamkan memasuki surga Allah dan tempat mereka adalah neraka. Jika Allah SWT saja menolak keras konsep ketuhanan ajaran Kristen, maka seharusnya umat Islam pun juga demikian. Dengan demikian, umat Islam sangat diharamkan untuk ikut larut merayakan Natal bersama yang notabene adalah bentuk perayaan terhadap lahirnya seorang anak Tuhan. Jika masih ada sebagian umat Islam mengikuti hajatan itu, maka dapat dikatakan ketauhidan mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla telah ternoda.

Bagaimana jika hanya menghadiri dan tanpa meridhai Ketuhanan Yesus? Apakah dibolehkan? Pun demikian, umat Islam jelas haram hukumnya menghadiri perayaan agama kaum kafir, baik itu Natal, Waisak, Nyepi, dan lainnya. Dalil Al-Qur`an yang mengharamkan perbuatan muslim merayakan hari raya agama kafir di antaranya firman Allah SWT :

“Dan (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah) orang-orang yang tidak menghadiri Azzur (persaksian palsu)…” (QS Al-Furqan [25] : 72).

Mufassir Muhammad bin Sirin menginterpretasikan perayaan yang harus dijauhi adalah Asy-Sya’anin, yaitu perayaan paskah yang diselenggarakan pada hari minggu dengan pesta besar-besaran dan pemberian bantuan pada fakir miskin dengan maksud menarik mereka ke dalam agamanya. Perayaan tersebut mereka klaim sebagai peringatan masuknya Yesus Kristus ke Baitul Maqdis. Mujahid, Ar-Rabi’ bin Ana, dan Adh-Dhahak menyebutnya dengan perayaan kaum Musyrikin. Ikrimah menyebutnya sebagai permainan gaya jahiliah.

Amru bin Murrah mengatakan: ‘janganlah orang-orang Islam memperbanyak jumlah kaum Musyrikin atas perbuatan syirik mereka  dan bercampur dengan mereka (dalam upacara mereka) mengisi atau mencampuri kemiskinan dengan sesuatu. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Azzur (persaksian palsu) itu adalah perayaan hari besar orang-orang kafir yang di dalamnya terdapat patung-patung sesembahan gaya jahiliah dan penyanyi lagu-lagu rohani. Jadi, ayat di atas adalah dalil haramnya seorang muslim untuk merayakan hari-hari raya agama lain, seperti hari Natal, Waisak, Paskah, Imlek, dan sebagainya. (Nashir bin Ali Al Ghamidhi, La tusyariku annashara fi a’yaadihim, terj. hlm. 20-21)

Imam Suyuthi berkata,”Juga termasuk perbuatan mungkar, yaitu turut serta merayakan hari raya orang Yahudi, hari raya orang-orang kafir, hari raya selain orang Arab [yang tidak Islami], ataupun hari raya orang-orang Arab yang tersesat. Orang muslim tidak boleh melakukan perbuatan itu, sebab hal itu akan membawa mereka ke jurang kemungkaran…” (Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ‘An Al-Ibtida` (terj.), hlm. 91).

Selain itu, ada sebuah hadits Rasulullah yang melarang kaum Muslim mengikuti hari-hari raya selain hari raya Islam. “Anas RA. Berkata: ‘Ketika Rasulullah saw. Memasuki Madinah, penduduk Madinah memiliki hari raya yang dimeriahkan dengan permainan-permainan. Melihat itu, Rasulullah saw. Bertanya: ‘Hari raya apa yang kalian peringati itu? Penduduk Madinah menjawab: ‘Pada zaman jahiliah, kami terbiasa melakukan melakukan permainan dalam kedua hari raya itu.’ Rasulullah saw. Bersabda: ‘Sesungguhnya Allah telah menggantikannya dengan hari raya yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Abu Dawud)

Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. Tidak pernah ikut merayakan hari raya jahiliah itu, bahkan Allah telah menggantikannya dengan hari raya dalam Islam, yakni, Idul fitri dan Idul Adha. Dengan kata lain, umat Islam tidak diperkenankan untuk mengikuti hari raya kaum kafir, baik itu dengan kerelaan atau pun hanya sekedar ikut-ikutan. Karena dikhawatirkan umat Islam akan terjerumus dan larut dalam perayaan tersebut. Wallahu a’lam bi shawab.

***

(Epul Cirebon)

[1] http://www.antaranews.com/berita/1261916424/presiden-hadiri-peringatan-natal-bersama-tingkat-nasional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara dari Nusa Laut (Jejak Juang Martha Christina Tiahahu)

Apakah Yesus Anak Allah ?

FENG SHUI; ANTARA ILMIAH DAN MITOS