Ingin Bangsa Maju? Bangun Budaya Baca


Di Indonesia, kita menyaksikan setiap orang asyik dengan gadget. Pemandangan itu bisa kita lihat sehari-hari, baik di kantor, kampus, pasar, mall, jalan, kereta api, bus dan seterusnya. Di saat makan, kuliah, bekerja, naik kendaraan, semuanya tidak bisa lepas dari gadget.
Rendahnya budaya membaca di Indonesia menyebabkan Indonesia masih stagnan di posisi negara berkembang. Tidak juga bergerak naik menjadi negara maju, terutama dari sisi ekonomi dan teknologi.
Namun demikian, beda negara beda pula budayanya. Di Jepang kita melihat pemandangan berbeda. Dilansir dari situs berita tribunnews.com, di transportasi umum, kebanyakan orang Jepang tidak sibuk dengan gadget. Mereka lebih suka mengusir bosan di kendaraan umum dengan membaca, entah itu membaca buku atau komik.
Apakah orang Jepang tidak mempunyai gadget? Imposible!. Bahkan mereka salah satu negara produsen gadget. Namun mereka tidak terpapar oleh gadget. Mereka mampu mengendalikannya. Membaca tetap menjadi pilihan utama.
Hasilnya, Jepang menjadi negara maju, terutama pada bidang ekonomi dan teknologi. Padahal start pembangunan antara Indonesia dan Jepang sama. Pada tahun 1945, Jepang dihancurkan oleh Amerika dengan bom atom. Pada tahun yang sama, Indonesia merdeka. Namun Jepang seribu langkah lebih maju.
Dari Jepang, kita pindah ke sebuah negara yang meraih peringkat pertama dalam The World’s Most Literate Nations (WMLN). Negara itu adalah Finlandia. Melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain, menempatkan Finlandia sebagai negara paling literat atau terpelajar di dunia.
Apa rahasianya? European Union High Level Group of Experts on Literacy (ELINET) merilis studi tentang faktor-faktor pendukung tingginya budaya membaca di Finlandia.\
Setidaknya ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan tingginya budaya literasi di Finlandia. Pertama, menciptakan lingkungan yang mendukung literasi. Kedua, meningkatkan kualitas pembelajaran, dan ketiga adalah meningkatkan partisipasi, inklusi, dan kesetaraan.
Realitas selengkapnya dari studi di atas berhasil diungkap oleh Gusti Chysta Sarah Islamy, mahasiswa Program Master of Education and Globalisation di Universitas Oulu, Finlandia, sebagaimana dikutip dari jawapos.com.
Di rumah, kata Gusti, orang tua adalah guru pertama bagi anak yang membentuk kemampuan bahasa dan komunikasi. Termasuk membentuk sikap seorang anak terhadap minat membaca melalui perannya sebagai panutan. Lantas, menyediakan bahan bacaan yang baik, dan membacakan cerita untuk anak.
Di Finlandia, bayi yang baru lahir akan mendapatkan maternity package yaitu paket yang berisi berbagai perlengkapan bayi seperti baju, produk perawatan bayi, mainan, dan tidak lupa dilengkapi dengan buku.
Parental allowance atau cuti setelah melahirkan, didapat oleh kedua orang tua dan berlangsung 9 bulan lamanya. Tujuannya, orang tua dapat berpartisipasi aktif dalam perkembangan dini seorang anak dengan membacakan buku atau bercerita kepada anak.” Tulis Gusti. 
Gusti melanjutkan, Sekolah memiliki peranan dalam membantu perkembangan motivasi membaca pada anak. Sudah menjadi hal umum jika perpustakaan sekolah atau student’s lounge dilengkapi dengan sofa, karpet, dan bantal untuk memberikan kenyamanan selama membaca buku.
Untuk menciptakan lingkungan yang melek membaca. kata Gusti, pemerintah Finlandia berusaha memaksimalkan fungsi sarana umum. Di beberapa tempat umum, seperti museum, kantor polisi, dan pusat kebudayan, selalu disediakan tempat bagi anak untuk membaca, dilengkapi dengan peralatan menulis, menggambar dan mewarnai.
Indonesia, jika ingin sukses dan maju, harus mengikuti jejak Jepang dan Finlandia. Semua elemen terlibat langsung dalam membangun budaya membaca, baik pemerintah, institusi pendidikan, maupun keluarga di rumah. Atmosfer membaca dikondisikan sedemikian rupa agar warganya minat membaca.[]
Penulis: Saeful R.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara dari Nusa Laut (Jejak Juang Martha Christina Tiahahu)

Apakah Yesus Anak Allah ?

FENG SHUI; ANTARA ILMIAH DAN MITOS