Inspirasi Membaca dari Para Ulama
Mampukah kita membaca 6000 jilid buku
sekaligus? Mungkin lebih baik kita angkat tangan. Tidak mungkin. Namun percaya
atau tidak, hal itu sudah pernah dilakukan oleh ulama kita. Siapakah dia?
Beliau adalah Abu Faraj Ibnul Jauzi rahmatullahi
‘alaih. Beliau mengaku tidak pernah kenyang membaca buku. Jika menemukan
buku baru, seakan beliau mendapatkan harta karun. Bahagia luar biasa.
Ibnul Jauzi pernah
menceritakan sebagaimana dikutip dari buku 60 Biografi Ulama Salaf:
“Sesungguhnya aku ingin
menceritakan diriku bahwa aku tidak kenyang dari membaca buku. Apabila aku
melihat suatu buku yang belum pernah aku lihat, maka seakan-akan aku berada
dalam gudang harta yang bernilai.”
“Aku pernah melihat
katalog buku-buku wakaf di Madrasah An-Nidhamiyyah yang terdiri dari 6.000
jilid buku. Aku juga melihat katalog buku Abu Hanifah, Al-Humaidi, Abdul Wahhab
bin Nashir dan terakhir Abu Muhammad bin Khassyab. Aku pernah membaca semua
buku tersebut serta buku lainnya. Sampai sekarang aku terus mencari ilmu.” (Syaikh
Ahmad Farid, 2008; 720-721)
MasyaAllah. Membaca
6000 jilid buku. Semuanya! Bagaimana kita?
Ibnul Jauzi figur ulama
yang luar biasa. Beliau seorang ulama besar. Disebutkan, ceramah
beliau biasa diikuti oleh 100.000 orang. 100.000 orang telah bertaubat dengan
perantaraannya, dan 20.000 orang telah masuk Islam melalui beliau pula. Ibnul
Jauzi berhasil melahirkan karya yang sangat banyak.
Beliau telah
menulis sebanyak 2.000 jilid buku. MasyaAllah.
Ibnu Taimiyyah
sebagaimana disebutkan dari buku “Qīmah al-Zamān ‘Inda al-Ulamā”, karya Abdul
Fattah Abu Ghaddah, diceritakan selalu giat membaca buku, bahkan dalam kondisi
sakit sekali pun.
Ibnu
Taimiyyah pernah bercerita:
“Saya
tertimpa penyakit maka dokter berkata kepadaku, ‘Sesungguhnya aktivitasmu dalam
menelaah dan membicarakan ilmu memperparah penyakitmu’
Saya
pun berkata kepadanya:
‘Saya
tidak sabar melakukan hal itu. Saya akan menerangkan kepadamu dengan ilmumu.
Bukankah jika jiwa itu bergembira dan bahagia maka tabiatnya akan kuat sehingga
mampu menolak penyakit?’
Dokter
itu menjawab,
‘Ya’
Kemudian
saya berkata kepadanya,
‘Sesungguhnya
jiwaku bahagia dengan ilmu sehingga menjadikannya kuat dan tentram.’
Maka
dokter itu berkata
‘Jika demikian maka ini
di luar pengobatan kami’.”
Ahmad bin Yahya
asy-Syaibani yang lebih dikenal dengan Tsa’lab (200-291 H) tidak pernah
terpisah dari buku ajarnya. Ulama yang dikenal ahli dalam bahasa Arab ini
ketika diundang untuk menghadiri acara, beliau memberi syarat agar di depan
tempat duduknya disediakan semacam meja untuk membaca buku. Beliau tidak mau
waktunya terbuang sia-sia. (Abdul Fattah Abu Ghaddah, 1408 H: 41)
Diceritakan pula dalam
buku tersebut, ada seorang ulama bernama Al-Jahidz Amr bin Bahr, (Wafat 255 H),
ketika membaca sebuah buku, beliau tidak akan lepaskan buku tersebut dari
genggaman sebelum mengkhatamkannya.
Fath bin Khaqan, (wafat
257 H), beliau biasa membawa buku di lengan tangan dan (atas) telapak kakinya.
Jika beliau shalat atau ke kamar mandi, dikeluarkan bukunya, lalu beliau
membaca sambil berjalan. Hal ini beliau terus lakukan di mana pun, hingga
berhasil mengkhatamkan buku tersebut.
Adapun Ismail bin Ishaq
Al-Qadhi, (wafat 282 H), seseorang bersaksi bahwa tiap kali masuk ke
ruangannya, beliau selalu terlihat sedang menggenggam buku, mengibas buku, atau
tengah mencari buku. (Abdul Fattah Abu Ghaddah, 1408 H: 40)
Ribuan tahun yang lalu,
di saat belum ada mesin percetakan. Belum ada teknologi komputer. Belum ada
juga perpustakaan modern seperti saat ini. Buku-buku masih berukuran besar dan
berbentuk kasar.
Namun di saat itu,
ternyata telah hidup orang-orang yang ‘gila’ baca buku. Mungkin sampai saat ini
belum ada yang bisa menandingi ‘kegilaan’ mereka dalam membaca buku. Sebab cara
mereka membaca buku tidak lazim. Di luar kewajaran kita saat ini.
Kisah-kisah di atas merupakan
sebuah inspirasi bagi kita. Dengan segala keterbatasan saat itu, tapi ketekunan
telah terbukti membuahkan kesuksesan bagi mereka. Walaupun mereka telah tiada,
namun namanya tetap harum hingga berabad-abad lamanya.
Ternyata,
membaca adalah kunci sukses kehidupan para ulama. Membaca merupakan aktifitas
peningkatan ilmu. Kemudian ilmu itu akan memandu kesuksesan hidup kita.
Sepakat?
Allah Ta’ala sudah menjamin dalam
Al-Qur’an bahwa orang-orang yang berilmu pasti akan diangkat derajatnya.
“Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
Al-Imam Al-Qurthubi ketika menjelaskan
ayat tersebut mengatakan balasan bagi orang-orang yang berilmu, yakni berupa
balasan terbaik di akhirat dan berupa karamah di dunia. Allah Ta’ala
meninggikan orang-orang mukmin di atas selain mukmin, dan Allah Ta’ala
meninggikan orang-orang berilmu di atas orang-orang yang tidak memiliki ilmu. []
Penulis: Saeful R.
Maka syaa Allah luar biasa tulisan Ustadz Saeful Rokhman, sangat inspiratif. Syukron wa Jazaakallaahu Khoiron
BalasHapussangat inspiratif
BalasHapus