DERITA BOCAH PINGGIRAN


Yanto, seorang bocah jalanan, duduk di trotoar jalan raya. Bajunya terlihat sangat kotor dan berdebu. Sedangkan raut mukanya terlihat kucel dan bercucuran keringat. Dia sedang menunggu lewatnya bus kota. Dia pegang perutnya karena menahan rasa sakit yang luar biasa.


Sebuah bus metro mini terlihat melintas. Yanto berlari mengejar bus tersebut. Namun sayang dia kalah cepat, karena bus melaju sangat kencang. Dia hampir saja ditabrak mobil mikrolet yang berada di belakangnya.

“Woy, mau mati lu?!” teriak seorang sopir mikrolet.

Yanto kembali menunggu di trotoar. Dia terlihat sangat letih. Berkali-kali dia mengusap keringat yang membasahi wajahnya. Lalu dia melihat kembali sebuah metro mini datang menghampirinya. Dia pun tak menyia-nyiakan lagi. Yanto berlari sekuat tenaga ke tengah jalan untuk mengejar bis tersebut. Akhirnya dia berhasil.



Yanto pun segera membawakan sebuah lagu diiringi suara gemerincing tutup botol. Suaranya terdengar sangat serak dan tidak enak didengar.

Selesai mengamen, Yanto berjalan menyodorkan kantong permennya kepada para penumpang. Satu per satu, dari kursi ke kursi, dari depan sampai belakang. Tiada satu orang pun yang memberinya uang. Kantong permennya pun masih kosong tak berisi.

Yanto kembali duduk di trotoar. Dia pegang lagi perutnya. Dia merasa sangat haus dan lapar setengah mati. Sampai akhirnya ada seorang ibu bernama Muslimah melewati Yanto yang sedang meringkuk kesakitan. Ibu itu memandangi wajah Yanto dengan penuh rasa iba. Dia terus saja berjalan melewati Yanto. Namun karena ada rasa belas kasihan. Ibu itu berhenti. Lalu berputar balik berjalan ke arah Yanto. Kemudian sang Ibu meletakkan uangnya di tangannya. Yanto pun terkejut. Dia melihat ada uang sejumlah dua ribu rupiah. Yanto pun langsung bangkit dan berlari ke arah sebuah warung makan kecil. Sementara Ibu Muslimah hanya tersenyum melihat tingkah Yanto.

“Beli nasi campur bu dua ribu aja,” ujar Yanto kepada ibu penjual nasi.

“Mana dapet nasi dua ribu?!” sahut si penjual.

“Sedapetnya aja deh bu. Sedikit juga ga apa-apa,” Yanto memohon.

Si penjual nasi pun akhirnya mengalah lalu memberi Yanto sebungkus nasi dengan lauk pauk ala kadarnya.

***

Ibu Muslimah masih berjalan menuju suatu tempat. Tiba-tiba dia melihat kembali Yanto berlari mendahuluinya sambil membawa sebungkus nasi. Yanto berhenti di sebuah halte. Di situ sedang duduk seorang anak yang masih sangat kecil, sekitar berumur empat tahunan. Ternyata nasi bungkus itu bukan untuk dirinya, tapi untuk adiknya tercinta.

“Ini di, abang bawa makanan,” ucap Yanto kepada adiknya bernama Adi.

Yanto mengangkat anak kecil itu untuk duduk di pangkuannya. Dia pun menyuapi anak kecil yang terlihat sangat kurus, lemah dan kucel itu.

“Makan ya di, biar ga sakit perut lagi,” bujuk Yanto. Adi pun membuka mulutnya.

Dari kejauhan, Ibu Muslimah menyaksikan fenomena bocah pinggiran dengan meneteskan air mata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutiara dari Nusa Laut (Jejak Juang Martha Christina Tiahahu)

Apakah Yesus Anak Allah ?

FENG SHUI; ANTARA ILMIAH DAN MITOS